Healthy REEFs abundant FISH

Generate Your Own Glitter Graphics @ GlitterYourWay.com - Image hosted by ImageShack.us

Selasa, Agustus 28, 2007

Penguatan Kelembagaan COREMAP II

Peranan terumbu karang di wilayah pesisir sangat penting dan berkaitan erat dengan ekosistem lainnya, yaitu: padang lamun dan mangrove. Terumbu karang secara sendiri maupun berasosiasi dengan ekosistem lainnya mempunyai peran penting dalam mendukung fungsi kehidupan berbagai biota laut, antara lain sebagai tempat memijah, pembesaran, tempat mencari makan berbagai biota laut dan pelindung abrasi, maupun fungsi pariwisata dan jasa lingkungan lainnya. Keberadaan terumbu karang semakin terancam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagian besar kerusakan yang terjadi, disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia berupa penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, yaitu menggunakan bom maupun potassium serta berbagai peralatan lain yang merusak. Kerusakan yang terjadi diperparah dengan kegiatan penambangan karang untuk bahan bangunan maupun dijual untuk berbagai kepentingan.

Upaya mengurangi laju degradasi terumbu karang, terutama yang disebabkan oleh kegiatan manusia telah banyak dilakukan. Kegiatan berupa penyusunan kebiajkan, sosialisasi, upaya penyadaran masyarakat, pendidikan dan pelatihan serta berbagai kegiatan lain yang bermuara kepada penguatan kelembagaan dan sumberdaya manusia.

Penguatan kelembagaan dalam Konteks program COREMAP II ditujukan untuk Memperkuat kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan terumbu karang di tingkat Nasional dan Daerah, hal ini sekaligus berupaya meningkatkan respon lembaga pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir, demi mendukung pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi laut untuk menunjang perikanan berkelanjutan.

Kelembagaan pengelolaan terumbu karang di tingkat nasional telah terbentuk lembaga pengelola pusat (PMO/NCU) dan NPIU LIPI dan NPIU PHKA. Kelembagaan Pengelola COREMAP II disyahkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, dan diperbaharui setiap tahunnya. Di tingkat propinsi dibentuk Regional Coordinating Unit (RCU) di 5 propinsi, Program Implementing Unit (PIU) di 8 kabupaten/kota serta Project Management Unit (PMU) di 7 kabupaten. Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Coastal Community Empowerment Board [CCEB]) juga dibentuk di masing-masing kabupaten yang berfungsi sebagai tim pengarah dan sekaligus dewan yang menggerakkan dan memberdayakan masyarakat peisisir di wilayah tersebut. Saat ini PMO/NCU dibantu oleh 2 (dua) Project Management Consultant, Procurement Consultant, Financial Management Consultant dan 3 (tiga) Junior Consultant, 5 (Lima) Assistant Consultant serta 4 (empat) Individual konsultan. Selain itu, dalam rangka memperkuat kelembagaan pengelolaan didaerah juga dibantu oleh Project Management Consultant dan Regional Advisor.

Guna mendukung monitoring keberhasilan pelaksanaan program, dibentuk unit monev yang bertugas untuk melakukan monitoring, evaluasi dan feedback program coremap pusat dan daerah. Koordinasi dan pembinaan serta Pertemuan rutin merupakan agenda tetap guna memperkuat kapasitas pengelolaan.

Menyoal mengenai kesehatan terumbu karang, tidak dapat dilepaskan dari kegiatan monitoring secara periodik terhadap kondisi ekologis terumbu karang. Upaya melestarikan, memanfaatkan dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang terus ditingkatkan dengan tujuan hamparan karang hidup (live coral cover) setiap tahunnya meningkat sebesar 2 - 5 (dua sampai lima) persen. Selain peningkatan hamparan karang hidup, diharapkan pula mampu mendorong peningkatan rata-rata tangkapan (catch-per-unit-effort / CPUE) untuk spesies indikator sebesar 35 (tiga puluh lima) persen, dengan teknik dan pola penangkapan secara berkelanjutan, sedangkan untuk spesies indikator ukuran-sedang diharapkan naik sebesar 10 (sepuluh) persen sebelum program tahap dua ini berakhir.

Upaya melestarikan, memanfaatkan dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang tersebut merupakan bagian kegiatan yang dilakukan oleh sub-bidang Coral Reef Information and Training Center (CRITC). CRITC merupakan sub-komponen penguatan kelembagaan yang digawangi oleh NPIU LIPI. Kegiatan yang dilakukan antara lain melaksanaan baseline kesehatan terumbu karang (indikator dikumpulkan oleh tim pemantau di daerah) setiap 6 bulan sekali. Selanjutnya, masyarakat di wilayah COREMAP II juga dilatih untuk memantau kesehatan terumbu karang dan perikanan. Hasil-hasil pemantauan kesehatan terumbu karang, perikanan dan sosial-ekonomi secara reguler disebarkan dan disosialisasikan ke pengelola program di daerah sampai ke masyarakat desa.

Jejaring CRITC baik tingkat nasional maupun daerah telah terbentuk dan telah menjalankan fungsinya dengan baik. Rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan hingga saat ini telah dilakukan baseline surveys di wilayah Indonesia Timur dan di wilayah Indonesia Barat telah diselesaikan baseline ekologi maupun sosial ekonomi untuk wilayah Nias, Tapanuli Tengah, Kepulauan Mentawai, Natuna, Batam, Lingga, Nias Selatan, dan Bintan. Kegiatan pelatihan berupa Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (CREEL) telah dimulai pelaksanaannya termasuk monitoring kesehatan karang. Riset agenda daerah, workshop pengembangan jaringan CRITICs, pelatihan CREEL, pelatihan sistem informasi, penulisan popular, penyusunan manual BME, pelatihan MPTK, Sistem Informasi Geografi dan pelatihan database maupun web juga telah selesai dilaksanakan di beberapa daerah.

Terumbu karang merupakan bagian dari sumberdaya alam di wilayah pesisir yang pengelolaannya tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya alam lainnya seperti hutan mangrove, dan padang lamun. Karenanya, kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang dibuat secara menyeluruh dan terpadu serta mempertimbangkan desentralisasi dalam pelaksanaannya. Kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan wilayah pesisir semakin kuat dengan diundangkannya undang-undang nomor 27 tahun 2007 mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Terkait dengan sumberdaya ikan, Undang-undang ini bersinergi dengan berbagai perundangan lain, diantaranya dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Kaitannya dengan desentralisasi, undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan perekat hubungan antar beberapa undang-undang sebagai materi muatan dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di daerah. Sedangkan Payung kebijakan dalam konservasi sumberdaya ikan, pada tahun 2007 telah di upayakan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang konservasi sumberdaya ikan sebagai organik dari UU 31 tahun 2004. Melalui rPP ini diharapkan segala urusan mengenai konservasi sumberdaya ikan termasuk terumbu karang dapat terwadahi.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 38/MEN/2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang, yang lahir sebelum UU 31/2004 tentang perikanan. Saat ini menjadi salah satu Kebijakan dan Strategi Nasional dalam Pengelolaan Terumbu Karang. Kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah mengelola ekosistem terumbu karang berdasarkan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah.

Kebijakan umum yang dijabarkan dalam 7 (tujuh) kebijakan operasional, 9 (sembilan) strategi dan 34 (tiga puluh empat) program, dijadikan salah satu acuan bagi daerah dalam menyusun Rencana Strategis maupun Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu karang. Pencapaian saat ini, 3 (tiga) renstra provinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau) sudah tersusun. Ditingkat kabupaten, telah disyahkan Renstra Pengelolaan Terumbu Karang untuk Kabupaten Tapanuli Tengah dan Nias Selatan. Menjadi sebuah pencapaian yang luar biasa, ketika sebanyak 8 provinsi dan 15 kabupaten mempunyai renstra pengelolaan terumbu karang yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam rencana strategis pembangunan daerah.

Kebijakan di tingkat daerah semakin kokoh dengan ditetapkannya Peraturan Daerah mengenai pengelolaan terumbu karang yang ditargetkan selesai pada akhir program ini. Selain pedoman umum pengelolaan terumbu karang, beberapa Draft kebijakan seperti Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut, Strategi Jejaring Kawasan Konservasi Laut, serta Strategi Perdagangan Ikan Karang Hidup dan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan juga sedang di garap melalui dukungan Program COREMAP II. Lebih lanjut, sebagai upaya penguatan kebijakan dan kelembagaan di daerah, secara terprogram dilakukan kegiatan asistensi, koordinasi dan pembinaan kelembagaan di daerah. Selain itu disusun pula pedoman teknis yang dijadikan acuan bagi daerah dalam mengembangkan rencana strategis dan peraturan daerah.

Peraturan daerah tentang pengelolaan terumbu karang yang disusun oleh masing-masing daerah pada akhirnya dijadikan payung kebijakan bagi daerah dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara terpadu, termasuk upaya menyisihkan kawasan-kawasan dengan sumberdaya terbaik sebagai Kawasan Konservasi Laut. Kawasan konservasi laut (KKL) adalah Kawasan pesisir dan lautan tertentu, termasuk tumbuhan dan hewan di dalamnya, serta bukti peninggalan sejarah dan sosial budaya di bawahnya, dilindungi secara hukum atau cara-cara lain yang efektif, baik sebagian maupun seluruh lingkungan alamnya. (Dermawan.,2007 modifikasi IUCN dan Komnasko Laut., 2005).

Prinsip prinsip yang digunakan dalam pengembangan sistem pengelolaan kawasan konservasi laut di daerah adalah melalui keterpaduan, partisipasi, multi stakeholders, dengan fokus pada pengelolaan sumberdaya laut secara berkelanjutan. Adapun kriteria yang digunakan untuk menetapkan kawasan konservasi perairan, antara lain adalah: Memiliki keterwakilan ekosistem; Memiliki Kemampuan daya pulih; Memiliki jenis ikan langka, endemik dan/atau terancam punah; Memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi; Merupakan wilayah ruaya bagi biota perairan; Mengandung resiko pengulangan; Kondisi biota dan fisik lingkungan perairannya masih alami; Mengandung aspek sosial, ekonomi regional dan pragmatik serta potensi biofisik.

Kawasan konservasi laut yang terlindungi dengan baik, secara ekologis akan mengakibatkan beberapa hal berikut terkait dengan perikanan: (1) habitat yang lebih cocok dan tidak terganggu untuk pemijahan induk; (2) meningkatnya jumlah stok induk; (3) ukuran (body size) dari stok induk yang lebih besar; dan (4) larva dan recruit hasil reproduksi lebih banyak. Sebagai akibatnya, terjadi kepastian dan keberhasilan pemijahan pada wilayah kawasan konservasi laut. Keberhasilan pemijahan di dalam wilayah Kawasan Konservasi Laut dibuktikan memberikan dampak langsung pada perbaikan stok sumberdaya perikanan di luar wilayah kawasan konservasi laut (Gell & Robert, 2002; PISCO, 2002). Peran Kawasan Konservasi Laut adalah melalui: (1) ekspor telur dan larva ke luar wilayah KKL yang menjadi wilayah Fishing Ground nelayan; (2) kelompok recruit; (3) penambahan stok yang siap ambil di dalam wilayah penangkapan. Indikator keberhasilan yang bisa dilihat adalah peningkatan hasil tangkapan nelayan di luar kawasan konservasi setelah beberapa saat setelah dilakukan penerapan KKL secara konsisten.

Dalam rangka pengembangan kawasan konservasi perairan, pemerintah mentargetkan 10 juta hektar kawasan konservasi laut pada tahun 2010 dan 20 juta hektar telah ditunjuk atau ditetapkan sebagai kawasan konservasi pada tahun 2020. Sampai awal tahun 2007, Indonesia telah memiliki 7 juta lebih kawasan konservasi laut. Melalui program COREMAP II telah mendorong percepatan pencapaian target kawasan konservasi laut daerah. Hampir 1 juta hektar kawasan konservasi, sampai saat ini telah ditunjuk dengan Keputusan Bupati/walikota, antara lain Kawasan konservasi Laut di Kepulauan Mentawai, Kota Batam dan Raja Ampat. Selanjutnya, lebih dari 900.000 hektar kawasan konservasi sedang dalam proses identifikasi lokasi, yakni di antara 12 kabupaten lokasi COREMAP II lainnya.

Kawasan konservasi laut yang ada, tidak berdiri sendiri tetapi merupakan merupakan rangkain jejaring kawasan konservasi yang terkait antara satu dengan lainnya. Jejaring kawasan konservasi laut dipilah secara ekologis/ekosistem maupun secara manajemen. Pengembangan Jejaring secara ekosistem dikelompokkan berdasarkan kriteria fisik berupa Tipe Ekosistem; Gangguan Alam dan Gangguan Aktivitas Kegiatan Manusia. Sedangkan kriteria biologis antara lain: Genetis (Jenis Biota yang Dilindungi, Rantai Makanan, Pola Berkembang Biak, dan Pola Migrasi) dan Perikanan (Pola sebaran Pemijahan Ikan, Pola Migrasi Ikan dan Pola Sebaran Penangkapan).

Pengembangan Jejaring secara manajemen dikelompokkan berdasarkan 3 pilar utama pengelolaan, yaitu: (1) Stakeholders yang terlibat. Keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan bersama kawasan konservasi laut sangat penting dalam mendukung terlaksananya pengelolaan yang baik. Masing-masing stakeholders mempunyai peran dan tugas dalam pengelolaan tersebut. (2) Bentuk Kelembagaan. Dalam upaya pengelolaan kawasankonservasi laut diperlukan suatu lembaga/badan/dinas pengelola yang akan menyusun program dan kegiatan kerja, pengusulan anggaran, pengelolaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan, penyelesaian permasalahan dan penyampaian informasi. Selain itu tugasnya adalah melibatkan berbagai stakeholders lain dalam pengelolaan kawasan konservasi laut. (3) Pendanaan. berbagai mekanisme pendanaan dapat dikelompokkan ke dalam tujuh kategori berdasarkan kesamaan ciri pendekatan yang mendasarinya, dan sesuai dengan prinsip kepraktisan penerapannya di Indonesia, seperti : Orientasi pada donor, Orientasi pada Pemerintah, Orientasi pada Pasar, Dana Lingkungan, Orientasi Komunikasi Publik atau Panggilan Nurani, Orientasi Usaha, Peraturan Pemerintah, Orientasi pada usaha Swasta.
Pengelolaan kawsan konservasi tidak dapat dilakukan secara sendiri, melainkan harus dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan berbagai stakeholder, termasuk masyarakat. ... bersambung...

1 komentar:

Lady Mia mengatakan...

KABAR BAIK!!!

Nama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.

Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.

Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.

Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com

Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.